Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) merupakan salah satu
tempat wisata populer di Jawa Timur. Tak hanya turis lokal saja yang
berdatangan ke tempat ini, turis mancanegara pun banyak yang ke tempat ini.
Salah satu tempat yang kerap menjadi favorit para turis ini adalah Gunung
Bromo, yang terkenal dengan pemandangan matahari terbitnya yang indah.
Ada beberapa jalur yang bisa dipilih saat akan ke Bromo. Jika
berangkat dari Jakarta, bisa menggunakan kereta api ekonomi Matarmaja. Demikian
pula halnya jika berangkat dari Solo, dapat pula menggunakan kereta Matarmaja
dari stasiun Jebres dengan tiket seharga Rp 41.000 hingga stasiun Kota Baru,
Malang. Begitu sampai Malang, ada 3 jalur menuju Bromo yaitu melalui Tumpang,
Probolinggo atau Pasuruan.
Jalur yang paling mudah dan umum untuk dicapai adalah melalui
Probolinggo. Dari Malang bisa menggunakan bis antar kota dari terminal Arjosari
dengan tarif Rp 23.000 hingga terminal Probolinggo. Begitu sampai di terminal
Probolinggo, untuk dapat sampai di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru,
dapat ditempuh dengan menyewa kendaraan khusus yang biasanya dikenakan tarif Rp
200.000 untuk sekali jalan.
Jika menempuh jalur Bromo via Probolinggo ini, maka akan tiba di
Cemoro Lawang, desa terakhir menuju Gunung Bromo. Perjalanan selama 1 jam
menuju Cemoro Lawang ini akan menyuguhkan pemandangan rumah- rumah warga
setempat yang masih begitu sederhana dan juga mulai tampak hijaunya alam
sekitar Bromo. Sesekali, udara dingin pun akan mulai terasa sejak perjalanan
menanjak dari terminal Probolinggo.
Begitu tiba di Cemoro Lawang ketika gelap menjelang, para wisatawan
tentu disuguhkan pilihan untuk bermalam di Cemoro Lawang. Di daerah ini, banyak
rumah penginapan maupun hotel yang tersedia untuk diinapi dengan kisaran harga
Rp 150.000-Rp 250.000.
Biasanya, para wisatawan mulai menikmati keindahan Bromo sejak
pukul 03.00 waktu setempat. Sejak dini hari mereka bergegas menuju jalur
Penanjakan untuk dapat mengejar moment matahari terbit. Saat itu, Minggu
(13/5) suhu dini hari di kaki Bromo mencapai 10 derajat Celcius, sementara suhu
di daerah Penanjakan mencapai 5 derajat Celcius. Tak terlalu dingin memang
dibandingkan bulan- bulan lainnya. Biasanya suhu terdingin ada pada bulan Juli
yang bisa mencapa 2 derajat Celcius.
Dari Cemoro Lawang
ada dua jalur yang dapat dilalui. Yang pertama, melalui jalur Penanjakan 1, dan
pilihan kedua melalui Penanjakan 2. Bedanya, lokasi Penanjakan 1 memang lebih
jauh dari daerah Cemoro Lawang dibandingkan Penanjakan 2. Namun, di Penanjakan
2 keelokan pemandangan matahari terbitnya terhalang oleh gunung, sehingga tak
banyak wisatawan yang memilih Penanjakan 2 sebagai tempat singgah mereka saat
menunggu matahari terbit. Dari Cemoro Lawang hingga lokasi Penanjakan 1 memakan
waktu kurang lebih 1 jam.
Matahari Terbit
Waktu yang paling tepat untuk tiba di Penanjakan 1, adalah pada
pukul 05.00 dini hari karena masih ada waktu untuk menunggu matahari terbit
namun juga tak terlalu lama waktu yang tersedia, karena dinginnya udara subuh
di Bromo yang menusuk kulit juga akan menyambut anda.
Biasanya saat
akhir pekan, lebih dari 100 jeep yang naik ke Penanjakan. Sementara pada hari
biasa, hanya sekitar 25 jeep saja. Tiap jeepnya berkapasitas maksimal 6 orang.
Jeep merupakan satu- satunya kendaraan roda empat yang diizinkan untuk masuk
kawasan TNBTS. Jeep yang digunakan pun haruslah disewa dari warga setempat.
Selain jeep, jalur utama di Bromo bisa ditempuh dengan sepeda motor. Meskipun
medan yang dilalui akan sangat berat jika menggunakan sepeda motor, banyak orang
yang nekat menggunakan sepeda motornya untuk menanjaki kawasan TNBTS dan
beberapa kali juga harus mendorong motornya hingga harus berkali- kali mengelak
dari tanah licin yang dapat membuat mereka tergelincir.
Tiba di Penanjakan
1, ada puluhan tangga- tangga kecil yang harus anda lalui untuk bisa sampai ke
puncak Penanjakan. Di samping kiri- kanan tangga kecil tersebut berderet rapi
kios- kios kecil yang menjajakan makanan, minuman hangat, hingga oleh- oleh
khas Bromo.
Sayangnya saat
hari Minggu silam, kabut terlalu tebal, hingga matahari hanya sempat terlihat
sekilas selama satu menit saja dari atas Penanjakan. Padahal, jika cuaca cukup
cerah, matahari terbit dapat dinikmati selama 2- 3 menit dan juga terlihat
jelas pemandangan gunung Bromo dan Semeru.
Setelah dari Penanjakan,
rute berikutnya yang dapat dikunjungi adalah kawah Bromo. Perjalanan menuju
kawah Bromo ditempuh selama kurang lebih 30 menit. Pemandangan selama menuju
kawah juga tak kalah indahnya. Di sekeliling anda dapt melihat coklatnya tanah
pasir yang ada di Bromo. Ada pula bukit- bukit besar berwarna coklat yang
nampak guratan- guratan hasil lelehan pijar lahar Bromo, menghasilkan sebuah pemandangan
unik dan indah sehingga bukit- bukit tersebut nampak seperti puding.
Disini akan terlihat banyak penduduk setempat yang mulai menawarkan
jasa persewaan kuda yang akan mengantarkan pengunjung hingga tangga menuju
kawah Bromo. Di daerah padang pasir ini juga ada sebuah Pura yang menjadi
tempat sembahyang warga setempat. Dari sini anda dapat melihat pemandangan
hijaunya bukit- bukit di Bromo yang mulai menampakkan tekstur bergaris-
garisnya. Kabut tebal juga menutupi sebagian puncak- puncak bukit, seakan akan
tetap disitu tak ingin melepas pemandangan puncak bukit yang indah itu juga ke
mata tiap pengunjung.
Padang
Pasir- Menuju kawah Bromo, wisatwan harus berjalan kaki. Banyak penduduk yang
menyewakan jasa persewaan kuda seharga Rp 50.000 untuk sekali jalan. (Hanna
Suryadika)
|
Pasir Berbisik
Selanjutnya perjalanan akan menuju lokasi padang pasir lainnya yang
lebih luas. Biasanya di padang pasir ini, angin akan berhembus dan akan
meniupkan pasir- pasir halus itu hingga menimbulkan suara gesekan. Itulah
mengapa kerap tempat ini disbut Pasir Berbisik. Sayang sekali, pada waktu itu
cuaca cukup lembab sehingga angin tak begitu sering muncul, dan nyaris tak
terdengar suara ‘bisikan pasir’ tersebut.
Tidak main- main
keindahan yang disajikan di TNBTS, selanjutnya wisatawan akan semakin dibuat
kagum dengan pemandangan indah di savana. Disini, seluruh bukit- bukit berjejer
rapi, seakan mengepung wisatawan yang turun ke padang savana. Sayangnya, saaat
itu cuaca yang masih terlalu lembab mengakibatkan beberapa tanaman menguning,
dan hijaunya dedaunan yang harusnya tersuguh malah nampak menguning di beberapa
tempat. Dinginnya udara disini masih terasa, meski tak setajam di Penanjakan
tadi. Kabut tebal pun masih mengapung di atas bukit- bukit kecil, dan beberapa
menutupi langit pagi yang mulai beranjak siang.
Savana- Pemandangan savana di Bromo pada Minggu (15/3)
yang terhalang kabut pekat di ujung puncak bukitnya, menyajikan pemandangan
indah. (Hanna Suryadika).
|